Jumat, 28 November 2014

O Canto Era : with Fandom SUPERNOVA:GELOMBANG

--
O' Canto Era
By: @chynsetyo
Fandom: Supernova : GELOMBANG
*kalimat yang terdapat dalam novel asli karya Dee ini.
...
Antarabhava. Asko. 

Dua kata itu berputar muluk dalam garis kronologisku yang sejatinya tak pernah menyatu dari tiap tariknya. Dua kata itu, seolah mengecohku dan menciptakan sensasi anagram yang sejujurnya tak pernah ada.

Dahulu, ketika tapak kakiku tak mengendus adanya kekeliruan. Ketika aku masih bernapas bersama gunung dan alam*. Ketika hidup tentramku di Sianjur Mula - Mula. Dua kata itu melingkup dalam surut ketakutanku yang mendalam. Peristiwa gondang itu yang menemukanku atas suatu titik suaka tak bernama, Si Jaga Portibi. Ketika Ompu Togu Urat dan Ompu Ronggur Panghutur berkelakar ria tanpa kumengerti siapa yang harus kubela. Dan, ketika itu aku sadar, sulit berdiri di antara pusaran kebimbangan, di saat aku harus menentukan mana yang baik mana yang buruk.

Aku yang mengatur. Thomas Alfa Edison yang mengatur. Alfa Sagala yang mengatur. Dan, kembali aku dipusingkan dengan satu perihal: siapa 'aku' itu?

Seharusnya aku mengerti, gelombang, aku hanyalah raga yang menjadi penopang gelombang itu. 

Namun, sebelum aku memasuki Asko secara keseluruhan, ketakutan itu membuai semakin lama. Semakin larut. Bahkan membutakanku akan sesuatu.

Jika memang benar, sang peretas itu yang mengatur segala ini, penjaga kedai, Norbu, pesan - pesan di kehidupan silam. Kembali jajaran spekulasiku menyerbu, seolah membentuk tombak yang menebasku luput.

Dan kembali aku dihadapkan atas kebimbangan.

Jika memang benar, aku menggantikan posisi Eten dan berimigrasi dengan status ilegal itu sebuah kebetulan, seseorang akan berkata, ah, bukan seseorang. Entah apa itu. Kebetulan itu tidak ada seharusnya, jika segala telah digariskan dalam waktu dan takdir, tak ada yang namanya kebetulan.

Namun, ini semua terasa di luar kendali pola pikirku. Pola pikir yang selalu tolak menolak, menghempasku ke benteng tertahan yang melebur tak keruan. 

Aku takut, entah siapa aku itu. Tapi aku takut. Bukan karena Bintang Jatuh yang datang dalam gugusku. Bukan karena aku tak tahu siapa itu Partikel, Petir, Akar, dan dua lainnya. Bukan karena seseorang bernama Kell yang menuar pesona di pesawat dalam keberangkatanku ke Jakarta. Bukan karena ketika itu aku tersadar sesuatu bersamaku, bernapas seirama, mengikat diri atas tiga pola kasak-kusuk Infiltran-Peretas-Sarvara.

Tapi karena si Lollipop Addict. Nicky Evans. Ketika aku tahu, seorang Alfa Sagala yang menjadi The First Pinoy bagi Rebecca, melukai seorang hati wanita tanpa sadar betul apa yang harus dikendali. Nicky Evans, tanpa katawi harfiah yang diperjelas, mengecupku singkat. Dan setelah itu kulihat ransel violetnya serta koper besar hijau neon yang mencolok di tengah kerumunan pergi menjauh. Berusaha berlari melawan arus namun usahanya gagal atas ketidaksinambungan.

Ishtar Summer, wanita itu mencekamku dalam bayang kegelapan yang terus menyeruak datang. Menghantamku dengan ketidakpastian yang merajalela. 

Aku tak suka ini, di saat kebimbangan mengambil alih kendaliku.

Kendati kuharapkan niscaya datang begitu saja, memberitahuku atas sosok itu. Ishtar Summer, apakah ia termasuk dalam tiga pola ini. Apakah ia serong peretas, seorang ilfitran, ataupun sarvara. Beritahu aku setidaknya.

Beri aku kepastian. Tolong. Siapapun.

Kini langkahku sudah tak aman. Tiap petak yang kujejal menciptakan gairah dan kontruksi yang tak sama. Mewanti - wanti nyanyian burung nasar benar adanya. Mewanti - wanti sarvara yang berliku di mana saja. Mewanti - wanti kematian yang kian mendekat.

Berharap adalah satu kunci emas yang bukan hanya sekadar gantungan kunci*. Hidupku bukanlah suatu matra yang diukur dari adanya harapan itu atau tidak. Hidupku berarus, Sianjur Mula - Mula, Batak, Medan, Jakarta, Amerika, New York, .....Tibet.

Namun, kunci emas itu selalu ada dalam perkaraku. Berharap aku akan tertidur dan menerima mimpi itu bukan hanya sekadar selewatnya saja. Aku bukan oneiuronaut, mungkin. Kasus ini bukan sekadar insomnia saja.

Namun.... kematian yang menyapaku tanpa henti.
....
Sensasi ini tak hanya sekadar menganggung. Akan tetapi mengguncang. Sakit kepala yang berkoar di kepala kananku sehingga mata ini sulit membuka. 

O' Canto Era......

Aku mau nyanyian tidur. Entah siapa aku itu. Thomas Alfa Edison, atau Alfa Sagala, atau...... gelombang.

.....

Beberapa jam setelah selesai baca gelombang wkwk. Keren bgt sumpahsumpahsumpah. Greget rasanya pgn ngasih tau Alfa kalau Partikel itu Zarah, dan lain - lain, tapi harus nyadar diri juga, yang baca kok kayak sok tau-_-. Tapi sumpah itu keren bangeeet, bener bener tambah ngefans sama Dewi Lestari Simangunsong.

-LSC-

O Canto Era : with Fandom SUPERNOVA:GELOMBANG

--
O' Canto Era
By: @chynsetyo
Fandom: Supernova : GELOMBANG
*kalimat yang terdapat dalam novel asli karya Dee ini.
...
Antarabhava. Asko. 

Dua kata itu berputar muluk dalam garis kronologisku yang sejatinya tak pernah menyatu dari tiap tariknya. Dua kata itu, seolah mengecohku dan menciptakan sensasi anagram yang sejujurnya tak pernah ada.

Dahulu, ketika tapak kakiku tak mengendus adanya kekeliruan. Ketika aku masih bernapas bersama gunung dan alam*. Ketika hidup tentramku di Sianjur Mula - Mula. Dua kata itu melingkup dalam surut ketakutanku yang mendalam. Peristiwa gondang itu yang menemukanku atas suatu titik suaka tak bernama, Si Jaga Portibi. Ketika Ompu Togu Urat dan Ompu Ronggur Panghutur berkelakar ria tanpa kumengerti siapa yang harus kubela. Dan, ketika itu aku sadar, sulit berdiri di antara pusaran kebimbangan, di saat aku harus menentukan mana yang baik mana yang buruk.

Aku yang mengatur. Thomas Alfa Edison yang mengatur. Alfa Sagala yang mengatur. Dan, kembali aku dipusingkan dengan satu perihal: siapa 'aku' itu?

Seharusnya aku mengerti, gelombang, aku hanyalah raga yang menjadi penopang gelombang itu. 

Namun, sebelum aku memasuki Asko secara keseluruhan, ketakutan itu membuai semakin lama. Semakin larut. Bahkan membutakanku akan sesuatu.

Jika memang benar, sang peretas itu yang mengatur segala ini, penjaga kedai, Norbu, pesan - pesan di kehidupan silam. Kembali jajaran spekulasiku menyerbu, seolah membentuk tombak yang menebasku luput.

Dan kembali aku dihadapkan atas kebimbangan.

Jika memang benar, aku menggantikan posisi Eten dan berimigrasi dengan status ilegal itu sebuah kebetulan, seseorang akan berkata, ah, bukan seseorang. Entah apa itu. Kebetulan itu tidak ada seharusnya, jika segala telah digariskan dalam waktu dan takdir, tak ada yang namanya kebetulan.

Namun, ini semua terasa di luar kendali pola pikirku. Pola pikir yang selalu tolak menolak, menghempasku ke benteng tertahan yang melebur tak keruan. 

Aku takut, entah siapa aku itu. Tapi aku takut. Bukan karena Bintang Jatuh yang datang dalam gugusku. Bukan karena aku tak tahu siapa itu Partikel, Petir, Akar, dan dua lainnya. Bukan karena seseorang bernama Kell yang menuar pesona di pesawat dalam keberangkatanku ke Jakarta. Bukan karena ketika itu aku tersadar sesuatu bersamaku, bernapas seirama, mengikat diri atas tiga pola kasak-kusuk Infiltran-Peretas-Sarvara.

Tapi karena si Lollipop Addict. Nicky Evans. Ketika aku tahu, seorang Alfa Sagala yang menjadi The First Pinoy bagi Rebecca, melukai seorang hati wanita tanpa sadar betul apa yang harus dikendali. Nicky Evans, tanpa katawi harfiah yang diperjelas, mengecupku singkat. Dan setelah itu kulihat ransel violetnya serta koper besar hijau neon yang mencolok di tengah kerumunan pergi menjauh. Berusaha berlari melawan arus namun usahanya gagal atas ketidaksinambungan.

Ishtar Summer, wanita itu mencekamku dalam bayang kegelapan yang terus menyeruak datang. Menghantamku dengan ketidakpastian yang merajalela. 

Aku tak suka ini, di saat kebimbangan mengambil alih kendaliku.

Kendati kuharapkan niscaya datang begitu saja, memberitahuku atas sosok itu. Ishtar Summer, apakah ia termasuk dalam tiga pola ini. Apakah ia serong peretas, seorang ilfitran, ataupun sarvara. Beritahu aku setidaknya.

Beri aku kepastian. Tolong. Siapapun.

Kini langkahku sudah tak aman. Tiap petak yang kujejal menciptakan gairah dan kontruksi yang tak sama. Mewanti - wanti nyanyian burung nasar benar adanya. Mewanti - wanti sarvara yang berliku di mana saja. Mewanti - wanti kematian yang kian mendekat.

Berharap adalah satu kunci emas yang bukan hanya sekadar gantungan kunci*. Hidupku bukanlah suatu matra yang diukur dari adanya harapan itu atau tidak. Hidupku berarus, Sianjur Mula - Mula, Batak, Medan, Jakarta, Amerika, New York, .....Tibet.

Namun, kunci emas itu selalu ada dalam perkaraku. Berharap aku akan tertidur dan menerima mimpi itu bukan hanya sekadar selewatnya saja. Aku bukan oneiuronaut, mungkin. Kasus ini bukan sekadar insomnia saja.

Namun.... kematian yang menyapaku tanpa henti.
....
Sensasi ini tak hanya sekadar menganggung. Akan tetapi mengguncang. Sakit kepala yang berkoar di kepala kananku sehingga mata ini sulit membuka. 

O' Canto Era......

Aku mau nyanyian tidur. Entah siapa aku itu. Thomas Alfa Edison, atau Alfa Sagala, atau...... gelombang.

.....

Beberapa jam setelah selesai baca gelombang wkwk. Keren bgt sumpahsumpahsumpah. Greget rasanya pgn ngasih tau Alfa kalau Partikel itu Zarah, dan lain - lain, tapi harus nyadar diri juga, yang baca kok kayak sok tau-_-. Tapi sumpah itu keren bangeeet, bener bener tambah ngefans sama Dewi Lestari Simangunsong.

-LSC-