Selasa, 30 Desember 2014

Hujan

Hujan
By Lutfiah Setyo .C

Ps : ini bukan cerita yang bakal ada klimaksnya. Ini sekadar penuturan dari maksud ceritanya.
...

Bukan masalah waktu yang kau bicarakan. Kau tak pernah memedulikan waktu, sekarang, esok, atau lusa. Kau tak pernah memedulikan itu. Karena, bagimu tidak selamanya kita akan memanfaatkan waktu. Yang kau bicarakan hanya satu, fakta. Kau tahu, sangat tahu bahwa tak ada fakta yang buka suara. Biarkan segalanya menunggu waktu, waktu, dan waktu. Bahkan, tak ada pula yang tahu menunggu waktu itu seperti apa.

Kau suka pembicaran itu, mengenai fakta. Namun, kau tak pernah menyukai jika kita akan mengungkit waktu sebagai sarana alternatif untuk pemecahan masalah. Aku tahu ideologimu tinggi. Segala pembicaraan yang berbuah filosofi selalu membantingku jatuh, membuatku berpikir bahwa kau dan aku berbeda kalangan. Dan kemudian kau akan sadar untuk berkata bahwa kita sama, sejajar. Kita mencinta satu sama lain dengan pergerakan hati dan batin yang sama. Kita bercinta dengan pergerakan naluri dan hewani yang sama. Kita mengutarakan kata cinta dengan pengejaan yang sama, bahkan terkadang kau membiarkan bibir ini bersatu hanya untuk membuahkan "Aku mencintaimu," dan tak henti untuk menyengatku dalam sensasi yang menghangatkan. Namun, itu arti sama bagimu, bukan bagiku. Dan, tentu saja masing - masing dari kita tak terlalu memedulikan itu.

Kita jatuh cinta satu sama lain, akan tetapi kita berdebat untuk pembelaan yang berbeda. Kau menyukai fakta, aku terkesan dengan penuturan waktu. Kau seolah memujanya, aku hanya berkata bahwa itu benar. Kau yang seolah terlibat rasa fanatisme dan aku hanya sekadar berkata "iya, benar". Dan pada akhirnya tetap sama saja, kita jatuh cinta satu sama lain.

Dunia bagimu bukan tempat untuk memelas rasa empati orang lain. Padahal, kita selalu mengasihani satu sama lain, namun itu bukan empati dari orang lain. Kau dan aku satu, tak ada masalah dengan itu. Mengasihani diri sendiri terlihat normal di mata kita, mencintai diri sendiri terlihat bijak di mata kita, menawarkan sensasi mahal kepada orang lain itu hal hina, tapi kita bukan orang lain, kita diri sendiri.

Aku mencintaimu tanpa ego yang salah, kau mencintaiku tanpa andil yang berbeda. Kita mengerti bagaimana cara bersikap mencinta. Bukan dengan mengumbar status sosial media ataupun berkata terang - terangan seperti menyebarkan berita yang pantas dibanggakan. Aku dan kamu tak pernah bangga atas penuturan "aku punya pacar," yang terkesan berlebihan. Kita bangga atas satu hal yang sama, bahwa kenyataannya kita memiliki satu sama lain.

Kita menyukai satu hal yang berbeda, fakta dan waktu. Namun, kita memiliki ketertarikan yang sama. Ketertarikan atas air yang bergerak dengan sensasi melepaskan, hujan. Kita pula sadar bahwa hujan memiliki fakta untuk terjadi dan memiliki waktu untuk diakhiri, namun tak pernah ada pengutaraan tentang itu.

Bagimu dan bagiku sama, hujan membawa satu suratan takdir yang terjalani atas dua mahakarya tuhan yang bersatu. Bersatu dengan hati, bersatu dengan pergerakan kulit masing - masing, bersatu dengan tatap mata yang berbeda warna namun satu arti.

Kita bukan anak remaja yang memiliki rasa terkesan yang dibutakan menjadi cinta. Cinta itu murni, mengalir bersama seirama tanpa genggaman yang pasti, namun tak akan pernah bisa terbebaskan dari rengkuhan masing - masing. Dan begitupula kita, kita mencinta dengan konteks yang murni. Memandang satu sama lain semurni yang mampu kita yakini, entah seberapa besar yakin kita atas satu sama lain. Kita tahu, diri ini murni, bukan sekadar angan - angan semu.

Namun, kita memiliki rahasia tersendiri, rahasia yang sama arti. Sejujurnya hanya ada satu alasan yang menarik keterkaitan kita atas hujan. Yaitu, hujan memiliki fakta dan bergantung pada waktu. Seperti kita, memiliki fakta untuk saling mencinta dan memiliki waktu untuk saling bersama. Dan kita tertegun untuk satu hal yang pasti, prediksi kita akan sesuatu meleset begitu cepat ternyata.

Cinta kita itu murni, tak memerlukan fakta untuk mengungkapkan "kenapa", dan tak memerlukan waktu untuk bertanya "kapan". Kita saling mencinta selamanya, sampai mati.


......

Gaje bgt dah ini. Seharusnya gue gak bikin beginian yang terlalu banyak kata "cintacintacinta", akhirnya bikin yang alay kayak begini kan-_-.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar