Kala aku diam, bukan berarti marah
Karena aku sudah sekarat parah
Luka - luka bergelinang tak tentu arah
Sungai - sungai berhilir membendung darah
Terjun mata air kala - kala berganti nanah
Bratayudha bukan lagi tentang perang
Akibat Pendawa telah menang
Segalanya hanyalah batas perjuangan
Karena Kurawa akhirnya terbentang
Dengki - dengki t'lah terasuki
Kresna jadi punggung abdi
Sampai - sampai kuterkukung abadi
Sukma bergelayut di hati
Sutta, Vinaya, Abdhidahamma kulewati
Persembahan Bromo bergaunh di tepi
jangan jangan dunia adalah kawasan api
Pelacur senja bermandi asi
Embun kali buta telah basi
Akibat gembel gembel tak butuh nasi
Air air padang jadi rektorasi
Bermegah diri di bawah nestapa kasih
Kau, yang tertidur waktu kelam siang
Terjaga saat malam terang
Kau, obor di atas jiwa padang
Bergemuruh Krakatau pada ledakan
Aku tak ingat kali kali kau ucap taranan
Kau tak punya otak untuk jadi ilmuwan
Hanya hanya intuisi yang gemilang
Kau tak menebak orian di kapan
Hanya asumsikan nebula jempolan
Biadap hatta bewarta kerasan
Kau cumbu ini jadi jeritan
Kau kecup ini jadi sabetan
Cambuk aku dan kuberteriak, "pemabuk di kala petang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar